Tuesday, February 24, 2009

pacaran & seks

Ques:
Pa Effendi bisa bantu saya bagaimana bicara soal pacaran dan masalah seks kepada anak remaja saya yang baru SMP?
Ceritanya begini, anak saya ini tidak ngomong sama saya, tetapi dia nanya sama adik perempuan saya, karena mungkin usia mereka tidak terlalu jauh. Lalu adik saya menyampaikannya kepada saya. Anak saya bertanya soal bagaimana cara berpacaran, dan jika ada teman pria yang tertarik apakah langsung diterima sebagai pacar.
Sampai hari ini, saya masih belum bicara banyak tentang pacaran dan seks kepada anak saya. Pikiran saya jadi takut sekarang karena memikirkan yang macam-macam akan terjadi kalau anak saya mulai pacaran. Minta bimbingan Pendeta Effendi akan hal ini. Terima kasih.

Ans:
Kita harus sadar bahwa informasi yang beredar di lingkungan anak remaja kita adalah bukan lagi bagaimana hidup tidak melakukan hubungan seksual sebelum pernikahan melainkan ajaran tentang "safe sex". Sekolah memang memberikan pendidikan seksual, tetapi cenderung ujungnya premarital sex adalah fakta yang tidak bisa ditolak, maka anak-anak remaja diajarkan bagaimana memakai pengaman dalam hubungan seks. Ditambah lagi peer pressure dari teman-teman remaja yang mentertawakan anak laki yang belum melakukan hubungan seksual. Maka mendengarkan kalimat, "He's such a virgin" bukanlah satu respek dan kebanggaan, tetapi bahan tertawaan.

Di tengah iklim seperti ini dapatkah ibu berdiam diri saja dan "berharap" anak remaja ibu akan bisa melewati high school dengan berhasil sukses menghadapi godaan ini? Tentu tidak! Maka mulailah berbicara tentang seks dengan mereka dan sekarang masih belum terlambat.
Saya akui memang sulit berbicara tentang topik seks kepada orang-orang, dan lebih sulit lagi jika berbicara kepada anak-anak sendiri. Namun patut diperhatikan bahwa berbicara soal seks dengan anak remaja kita, itu bukan soal penyampaian informasi saja. Anak remaja sangat memerlukan kasih, pengertian, trust dan komitmen kita untuk sungguh terlibat dalam kehidupan mereka. Jangan memberi informasi yang salah atau separuh-paruh; jika satu kali saja anak remaja menemukan info yang lain dan berbeda dengan yang kita beri, kita bisa kehilangan trust dari mereka.
Ibu bisa memilih cara apa yang terbaik dan dapat berkomunikasi dengan nyaman soal seks dengan anak remaja ibu, missal: mengajak dia makan bersama lalu berbicara terbuka; beli buku tentang anatomi tubuh dan informasi mengenai seks dan diskusikan dengannya (sambil berikan prinsip yang jelas bahwa jika anak remaja ibu ingin mengetahui tentang seks jangan mendapatkannya lewat pornografi).

Apa saja yang perlu ibu bicara tentang seks dengannya?
Pertama, sangat penting untuk meletakkan seks dalam terang perspektif positif. Jangan sampai kita takut anak kita terlibat dalam premarital sex, maka kita gambarkan seks itu jelek. Dengan jujur katakan bahwa "seks itu indah dan baik, anakku. Itu adalah momen yang begitu indah, nikmat dan penuh bahagia ketika dua orang yang saling mengasihi bersentuhan. Lebih enak dari makanan kesukaanmu. Dan satu hari kelak kamu akan menikmati itu dengan suamimu."
Banyak orang tua yang takut bicara blak-blakan begini sebab berpikir nantinya malah anak remajanya tergiur untuk mencoba seks itu... Tidak!! Mengapa?
Karena kita menaruh seks itu dalam kerangka yang jelas: dalam konteks pernikahan. Sebab sia-sialah untuk menyembunyikan keindahan dan kenikmatan seks. Ketika ada seorang gadis duduk di dekat remaja putra, ia tidak dapat menghindarkan diri untuk tidak terangsang secara seksual. Dan ia tahu sensasi apa yang ia alami dari rangsangan seksual ini. Sia-sialah jika anda berusaha menutup-nutupi akan hal ini. Malah jika kita melukiskan seks sebagai hal yang jelek, kita bisa kehilangan rasa trust anak remaja kepada kita.

Kedua, "jatuh cinta" adalah hal yang normal terjadi kepada anak remaja. Kita tidak bisa mencegah perubahan hormonal yang pasti terjadi. Kita tidak bisa mencegah munculnya perasaan ketertarikan kepada lawan jenisnya. Hal yang dapat kita lakukan sebagai orang tua adalah berusaha agar anak remaja kita mengerti dan memiliki konsep relasi persahabatan yang sehat dalam kurun waktu yang panjang.
Jika anak remaja ibu mulai berbicara tentang lawan jenisnya, jangan me-label-nya sebagai "boyfriend"nya. Anak remaja usia 14 tahun atau 15 tahun tidak membutuhkan "waktu berduaan" dengan lawan jenisnya. Itu masih terlalu muda sekali memasuki level secara fisik. Sebab hubungan fisik akan bersifat progresif, sedangkan anak remaja yang berusia 15 tahun, masih memiliki waktu 10 tahun lagi (paling tidak) menuju pernikahan. Tentu terlalu pagi untuk memanaskan makanan yang baru akan dimakan 10 jam lagi, bukan?
Maka sebagai orang tua, kita harus mendorong anak remaja kita untuk memiliki relasi dengan lawan jenis dalam kelompok teman-temannya dan di bawah supervisi orang tua. Saya anjurkan untuk tidak mengizinkan anak remaja usia 14 tahunan untuk pergi berdua-duaan dengan lawan jenisnya.

Saran saya yang terpenting adalah komunikasikan semua ini dengan baik dan jelas, namun penuh pengertian dengan anak remaja ibu. Masa remaja adalah seperti berperahu melewati air yang bergejolak, sebagai orang tua kita harus membimbing mereka untuk bisa melewati, kita tidak boleh lepas tangan membiarkan mereka memutuskan standar bagi diri mereka sendiri. Penting sekali ibu mengkomunikasikan dengan jelas set standar alkitabiah mengenai seks yang benar kepada anak remaja.


Doa saya menyertai ibu agar Tuhan memberi bijaksana.
Tuhan berkati!
_______
Sumber:
Q&A - Radix (GRII Sydney Newsletter, vol. 55)
=================================================================================


2 comments:

  1. Anak remaja usia 14 tahun atau 15 tahun tidak membutuhkan "waktu berduaan" dengan lawan jenisnya. Itu masih terlalu muda sekali memasuki level secara fisik.sedangkan anak remaja yang berusia 15 tahun, masih memiliki waktu 10 tahun lagi (paling tidak) menuju pernikahan.

    hm 10 thn dr 15 berartii....

    waaa udah boleh dunkk :P

    ReplyDelete
  2. 10+15=25..
    udah boleh apa?
    wong masih 2 taon lagi.. :D

    ReplyDelete

 

Distributed by eBlog Templates